Senin, 29 Juli 2019

Review Jurnal (Tugas 3)

Evrilian Fernanda
12216414
3EA16

Link :
http://www.emeraldinsight.com/doi/full/10.1108/IJSE-05-2013-0129

Judul jurnal :
International Journal of Economics Social

Judul artikel :
The evolution of business ethics in India

Nama pengarang :
Ron Berger and Ram Herstein


Tujuan :
Berniat untuk lebih memahami India etika bisnis ( "Vendantic") sebagai lawan Greco – etika bisnis Romawi, sebagai dasar dari budaya bisnis di India. Selanjutnya mengelaborasi evolusi etika bisnis dan implikasinya pada saat melakukan bisnis dengan perusahaan India.

Metode :
Para penulis melakukan pendekatan konseptual untuk memahami proses evolusi etika bisnis India di pandangan holistik dalam rangka untuk memahami lebih baik bekerja dan berpengaruh pada interaksi bisnis. Menjelaskan konstruksi etika bisnis di India dan menunjukkan evolusi dari waktu ke waktu.

Hasil penemuan :
Ada keterkaitan yang kuat antara pemikiran keagamaan dan kegiatan ekonomi di India (Dehejia dan Dehejia, 1993; Fernando, 2009). Tradisi agama Konghucu dan Hindu telah mengilhami sebagian besar prinsip-prinsip kunci dari basis etika Asia.

Nilai :
Kertas teoritis asli ini meneliti evolusi etika bisnis India dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan lingkungan dalam lanskap bisnis India.

Isi :
Penelitian tentang etika bisnis telah menunjukkan bahwa persepsi tentang apa yang merupakan standar etika bisnis berbeda secara signifikan di seluruh dunia. etika bisnis telah menjadi kebutuhan penting untuk melakukan bisnis di pasar global (Christie et al., 2003; Seshadri et al., 2007; Lefebvre, 2011), dan dianggap sebagai pilar penting bagi keberhasilan bisnis (Hoff dan Pandey, 2005; Raja, 2008; Tsalikis et al., 2008). bisnis global yang sukses di negara berkembang cenderung menarik nilai-nilai budaya adat dan praktek untuk mengembangkan strategi perusahaan dan praktek manajemen (Das, 2006; Sharma, 2009; Mittal et al., 2011). perbedaan budaya dan agama antara negara-negara adalah alasan utama di balik variasi dalam standar etika dan praktek bisnis di seluruh negara (Ruhe dan Lee, 2008). Contohnya termasuk "Guanxi" di Cina, "Blat" di Rusia, "Quan dia" di Vietnam, "Ubuntu" di Afrika Selatan, dan "JUGAAD" di India - yang semuanya ditandai dengan strategi bisnis berbasis jaringan, koneksi, sosial networking, hubungan interpersonal yang kaya, pemahaman yang mendalam pengetahuan adat dan praktek, dan kombinasi yang unik dari struktur organisasi organik dan mekanistik dan praktik manajemen (Berger dan Herstein, 2012).

Kesimpulan :
India terintegrasi ke dalam ekonomi global dan sistem bisnis baru berkembang sebagai akibat dari pengaruh asing dan globalisasi, etika bisnis di India memburuk. India, secara keseluruhan, mungkin telah gagal untuk memahami bahwa meninggalkan etika bisnis berdasarkan adat istiadat India kuno merupakan faktor utama dalam memburuknya situasi ekonomi India. Tidak ada perusahaan India yang berharap untuk globalisasi dengan cara utama mampu untuk mengabaikan transformasi menyapu arena bisnis global pada etika depan (Seshadri et al., 2007). Hal ini penting bagi perusahaan India untuk memahami bahwa mereka tidak bisa lagi mengabaikan isu etika bisnis (Kedia et al., 2006). 

Pelanggaran yang Mungkin Dilakukan Perusahaan dalam Etika Bisnis (Tugas 2)

Evrilian Fernanda
12216414
3EA16

Pelanggaran yang Mungkin Dilakukan PT. Unilever Tanpa Etika Bisnis
            Dampak pencemaran lingkungan yang timbul akibat limbah pabrik PT. Unilever tanpa adanya etika bisnis dalam tanggung jawab sosial :
1. Dampak Pencemaran air
Air yang telah tercemar dapat mengakibatkan kerugian terhadap manusia juga ekosistem yang ada didalam air. Kerugian yang disebabkan oleh pencemaran air dapat berupa :
Air tidak dapat digunakan lagi untuk keperluan rumah tangga, hal ini diakibatkan oleh air sudah tercemar sehingga tidak bisa digunakan lagi apalagi air ini banyak manfaatnya seperti untuk diminum, mandi, memasak mencuci dan lain-lain.
2. Dampak Pencemaran Udara
Dengan dibangunnya pabrik di perkotaan asapnya dapat mengakibatkan polusi udara sehingga menganggu kenyamanan bagi para pemakai jalan. Apabila udara telah tercemar maka akan menimbulkan penyakit seperti sesak napas.
3. Dampak Pencemaran Tanah.
Tanah yang telah tercemar oleh bahan pencemar seperti senyawa karbonat maka tanah tersebut akan menjadi asam, H2S yang bersama CO  membentuk senyawa beracun didalam tanah sehingga cacing penggembur tanah mati.
Ketiga dampak pencemaran tanah ini dapat berakibat buruk terhadap lingkungan terutama karena hasil kegiatan industri PT Unilever bila limbahnya langsung dibuang tanpa melalui proses pengolahan lebih dahulu.
 Faktor Penyebab Perusahaan Melakukan Pelanggaran
a)      Menurunnya formalism etis (moral yang berfokus pada maksud yang berkaitan dengan perilaku dan hak tertentu.
b)      Kurangnya kesadaran moral utilarian (moral yang berkaitan dengan memaksimumkan hal terbaik bagi orang sebanyak mungkin)
c)      Undang – undang atau peraturan yang mengatur perdagangan, bisnis dan ekonomi masih kurang
d)     Lemahnya kedudukan lembaga yang melindungi hak – hak konsumen
e)      Rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan serta informasi mengenai bahan, material berbahaya
f)       Pandangan yang salah dalam menjalankan bisnis (tujuan utama bisnis adalah mencari keuntungan semata, bukan kegiatan social)
g)       Rendahnya tanggung jawab social atau CSR (Corporate Social Responsibility)
h)      Kurangnya pemahaman tentang prinsip etika bisnis

Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi pelanggaran antara lain:
1.      Penegakkan budaya berani bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya. Individu yang mempunyai kesalahan jangan bersembunyi di balik institusi. Untuk menyatakan kebenaran kadang dianggap melawan arus, tetapi sekarang harus ada keberanian baru untuk menyatakan pendapat.
2.      Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja jelas. Bukan berdasarkan kedekatan dengan atasan, melainkan kinerja.
3.      Pengelolaan sumber daya manusia harus baik.
4.      Visi dan misi perusahaan jelas yang mencerminkan tingkah laku organisasi.

CSR (Tugas 1)

Evrilian Fernanda
12216414
3EA16

CSR merupakan tanggung jawab perusahaan dalam memperbaiki kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas oprasional perusahaan. Semakin banyak bentuk tanggung jawab yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungannya, image perusahaan menjadi meningkat. Investor lebih berminat pada prusahaan yang memiliki citra yang baik di masyarakat karna memiliki baiknya citra perusahaan, loyalitas konsumen memiliki tinggi sehingga dalam waktu lama penjualan perusahaan akan membaik dan profitabilitas perusahaan juga meningkat. Jika perusahaan berjualan lancar, maka nilai perusahaan akan meningkat.

 Kalau tidak hati-hati menata CSR, maka kasus hengkangnya PT Sony Elektronik Indonesia beberapa tahun lalu akan terjadi lagi dalam intensitas yang lebih besar dan ekshalasi konflik antara masyarakat dan perusahaan akan menjadi lebih panas. Kalau demikian, bagaimana seharusnya menata CSR? Apakah CSR layak diatur secara legal?
Kepedulian atau kewajiban?
Kompleksitas polemik UU PT berawal dari perbedaan perspektif menafsirkan konsep CSR. Belum ada titik temu antara sektor privat dan negara dalam memaknai CSR.
Banyak perusahaan menganggap bahwa realisasi CSR yang selama ini diwujudkan dalam program community development (CD) dilakukan karena kepedulian mereka sebagai makhluk sosial (corporate citizenship). Karena CSR merupakan kepedulian, maka keberadaan peraturan yang mewajibkannya menjadi tidak relevan.
Di sisi lain, harus diakui bahwa proses produksi perusahaan menciptakan externality.
Kehadiran externality melegitimasi negara untuk mewajibkan perusahaan menginternalisasinya guna meminimalisasi dampak externality pada masyarakat. Dalam hal ini, CSR merupakan salah satu media internalisasi externality. Dengan demikian, CSR bisa ditafsirkan sebagai kewajiban.
Pilihan pemaknaan CSR sebagai kewajiban atau kepedulian menimbulkan implikasi yang berbeda. CSR sebagai bentuk kepedulian tidak mungkin diatur secara legal, sementara CSR sebagai kewajiban bisa diatur oleh negara.